resensi novel nadzar-nadzar jiwa


1. unsur ekstrinsik

a. Judul : Nadzar - Nadzar Jiwa

b. Pengarang : budi sulistyo en-nafi’

c. Penerbit : DIVA press

d. Tahun terbit : 2009

e. jumlah halaman : 433

f. cetakan : juni 2009

g. ukuran : panjang :19,8 Cm

lebar :14 Cm

tinggi :2 Cm

2. unsur intrinsik

a. tema : perjuangan pria menepati janji kepada ibunya berlatar kekurangan

b. latar : tempat : desa singosari, Malang

waktu : dini hari, pagi, siang, sore, senja, malam

suasana : sedih, bahagia.

c. Alur : maju - mundur

d. Penokohan

· Menurut Peranan :

1. Tokoh utama : Anas Falah,Asma Fauziyah,maulidiyah

2. Tokoh pembantu : Ibu Anas (Sit jumaiyah),Jamilah ,Ulum,pak, Abdurrahman,Pak Camat,Mahdi,Ahmad,Mas Parno,Pak kades,Bu zakiyah(kades),Aziz,Imam,Mbak yati,Zuhri,Eti,rosita,Abdilah,Umar,Haidar,Sarimin,pradnya paramita,

3. Tokoh figuran : Pak Ponaryo Umar,Lik Syamsul,Fillah,pak dekan,zaenal,pak camat,Lik Nardi,Pakh nashir

· Menurut sikap :

1. Protagonist : Anas Falah,Asma Fauziyah,maulidiyah

Ibu Anas (Sit jumaiyah),pak, Abdurrahman,Pak Camat pak camat

2. Penengah : pak parno,jamilah,

3. Antagonis : mas parno

RESENSI CERITA

Malam terpendar dengan indah, ketika aku mulai menjejaki sebuah aktivtas untuk mencari secercah uang dari jalan halal. Sekiranya itu lebih baik daripada harus menyembah pada sesajen, pada tempat keramat, pada hotel berbintang dengan ukuran 1 X 2 Meter toh pada akhirnya kita juga akan memilikinya “tidak ada orang sukses kecuali selalu merangkak dari penderitaan dan keterbatasan”.

Adalah bukan keharaman mengais rezeki dari mengamalkan Al-qur’an dengan mengajar umat membaca al-qur’an.mengais rezeki dari sisi dakwah, menuai asa dari teabran karunia allah limpahkan kepada hamba-Nyaberupa kepahaman potensi.

Malam itu sepulang mengajar privat membaca al-qur’an di belingan bendungan si gura-gura, aku pulang naik mobil carry biru ber-plat kuning, karena mau tak mau hanya ada 1 angkutan yang menuju arah yang aku tuju, karena motorku masih tersmpan rapih di show room entah kapan akan akuambil, tahun depan, 2 tahun lagi, 5 tahun lagi, ah, ntahlah.

Setelah belakangan ini ibuku sakita-sakitan, aku tak mau aku tak kuliah, aku mengais rezeki dengan tangaku sendiri, dengan jalan yang insya allah tidak harus nyembah dulu ke hotel berbintang, ke patung yang sudah jelas hanya sebagai akesoris dunia toh pada akhirnya justru mereka akan tertwa kelak bernyawa nanti.

Sesampainya di rumah yang seperti biasa tidak dalam keadaan terkunci,aku masuk lalu dengan ukurang kurang lebih tidak terlalu besar, aku mendapati ibuku yuang tergulai lemah karena telah kurang lebih sejak aku SMA ibuku mengalami sakit-sakitan yang menimpanya karena kejahiliyahanya dahulu asslamualaikum. . “ ku ucapkan salam kepada azimat hatiku yaitu ibuku tercinta

walaikumsalam ‘Le” jawab ibu, “sudah pulang Le?” Dihiasi pertanyaan itu dan tetap saja tersenyum, “sampun, bu”. Melihat tubuh ringkih itu . beliau meringkis, menahan rasa pedih.

Kesokan harinya dengan tujuan memburu ilmu anas memulai harinya dengan “bu, anas mohon pamit dulu, mohoan do’anya.” Aku berpamitan pada ibuk. Kucium punggung tangannya dan kedua pipinya.

hati-hati di jalan , L. beljar yang rajin biar pintar”.pesannya.

Kuanggukan kepala dan berjalan dengan semngat meninggalkan kampong Mbiru ini dengan tujuan menuntu ilmu di rumah ilmu UIN Malang.

Setelah adzan dzuhur bergema, aku mulai mengambil langkah menuju masjid kampur untuk menunaikan shalat berjamaah, karena ku tak mau ketinggalan 26 pahala ku karena hanya telat 1 menit pun dan hanya mendapatkan 1 pahala kebaikn saja.

Setelah shalat selesai aku tengadahkan tangan tak peduli orang sekitar memandangku apa atau berdo’a apa, aku berdo’a untuk kebaikan manusia. Setelah selesai ketika hendak berdiri untuk meninggalkan masjid karena hubunganku dengan-Nya untuk saat ini telah kupenuhi.

Masjid telah sepi, hanya ada beberpada orang saja yang sedang rebahan

Tu…tut….tut….

Tidak itu bukan suara kentut, Lalu kulihat 1 bongkah batu, eh tidak benda berukuran kurang lebibh 10x3cm tebalnya gk kurang lebih dari buku tulis 58 lembar berwarna. Oh itu adalah sebuah Handphone. Bisa saja ku ambil HP tersebut ku ganti dengan yang baru lalu kuganti kartunya, tapi tidak! Karena aku tak ingin berdosa karena melihat benda orang tergulai begitu saja aku ambil HP tersebut mulai kucari sebuah kontak yang mungkin adalah kontak si pemilik Hp tersebut. Lalu kudapati kontak dengan nama “namroti” yang berarti nomorku.

Lalu setelah ku isi pulsanya dengan sisa uang untuk membelikan ibuku makanan aku menelepon no. CDMA dari kontak “namroti” tersebut. Kemudian kuhubungi, taka lama terdengar “ya, hallo assalamualaikum, …”

Suara itu terdengar ceria mungkin karena melihat yang menghubunginya adalah nomornya sendiri

“waalaikumsallam, mbak, pa tadi mbak kehlingan hp? Sya menemukannya di pelataran masjid UIN, silakan diambil, eh tidak biar saya saja yang mengatarkan lagian aku gk punya kos-kosan bingung nanti mbaknya mau mengambil kemana?”

“wah, terima kasih sebelumnya mas, saya jadi merepotkan . . saya baru tahu HP sya terjatuh dan tak ada di kantung bajuku, kalau begitu ini alamat kosku mas”

Setelah menulis alamatnya aku melanjutkan aktivitas seperti biasa dan setelah itu aku berjanji untuk mengantarkan Hpnya.

Sebelum mengantarkan Hp, aku mengunjungi Pak dekan untuk mengurusi PPL ku, karena ku ingin cepat mengurus skripsi agar cepat kuliahku ini lulus, kuketuk pintu kantor pak dekan ku ucap salam, lalu kudengar suara “walaikumsalam” kulihat pak dekan sedang berkemas, sepertinya dia hendak pulang jika memamng begitu au beruntung beliau tidak keburu pulang lalu ku jelaskan maksduku.

Setelah urusan selesai ku berjanji untuk mnegembalikan Hp, setelah kucari kosnya yang kebetulan tidak jauh dari kampus kudapati kosnya akhwat ini bernama Fauziyah. Setelah berbincang dan ta’aruf seperlunya anas ohon pamit untuk undur diri, anas tak tahu pandangan fauziyah adalah pandangan dalam pencarian, ternyata fauziyah terjatuh, fauziyah terpesona, fauziyah jatuh cinta.

Setelah berbulan-bulan melakukan persiapan menuju PPL, akhirnya hari yang din anti telah tiba walaupun berat karena aku harus meninggalkan seorang azimat hatiku sendirian dirumah, berat. Tapi mungkin harus bagaimana karena itu adalah 1 syarat untuk lulus, malam sebelum berangkat di rumah dengan ukuran cukup kecil, menjadi malam terakhir sebelum aku aharus berpisah darinya salaam berbulan-bulan malam yang indah, kupeluk ibnuku dan tidur dengannya, karena ibuku hanya janda tua yang ditinggal lari oleh suaminya denagn wanita jalang lainnya.

Ke esokan harinya ibuku dan termasuk diriku sendiri berpisah untuk berbulan-bulan dengan berat

Azis, ahmad, mbak yati, zuhri, eti, Rosita, abdillah, umar, jamillah dan aku mulai bernagkat menuju gunung kawi yaitu tempat PPL yang telah pihak kampus setujui.

Malam hari setelah mengurus tempat tingagl, daftar pekerjaan yang harus dikerjakan para akhwat menginap di tempat tinggalnya pak kepala desa dan para ikhwan tinggal di tempat mas parno sebagai pak sekdes di desa ini.

Ketika keesokan harinya setalah pulang PPL di tempat masing-masing kami semua para mahasiswadan mahasiswi berkumpul di secretariat alias rumah pak kades berkumpul untuk beristirahat dan membahas untuk kesokan harinya,

Hujan, lebat, angin, menghiasi gunung kawi saat kondisi ini. Tak lama kudengar hiasan ketukan pintu, salah satu dari kami membukakan pintu itu lalu kudapati seorang berwajah ayu, denagn jilbab hijau asrinya tak salah lagi dia adalah fauziyah.

Kami berdua saling berpandangan sesaat kutau itu dosa tapi setan teralu kuat menggoda akhrinya aku menunduk malu. Bu sekdes bertanya keheranan menyankan kami ternyata sudah salng kenal, tapi aku heran kenapa dia memeberi nama Fauziyah saja, tidak Asma Fauziyah.

Asma datang bersama teman-temanya karena mereka sama-sama hendak PPl di daerah sini ada yang sebagai calon dokter, sebagai calon tata usaha tingkat duni mungkin, akh inilah dunia berbagai macam profesi mereka telah mendapatinya.

Setelah kurang lebih PPL selama 1 bulan tiba pada waktu kita warga PPl kebagian untuk menjadi panita peringatan hari besar islam, pada malam pelaksaan kudapati suara indah yang menarik hatiku untuk lebih mencintai-Nya tak slah lagi suara qira’at itu adalah Maulidiyah, seorang akhwat yang ibuku ingin dia menjadi istriku.

“Ya allah terima kasih engkau memberikanku suara indah dari nikmat-Mu”

DILAIN TEMPAT WAKTU DAN KONDISI YANG SAMA

Sehabis sahalat subuh dan dhuha, seorang wanita tua duduk bersimpuh terpekur. Wajahnya basah oleh titik-titik air mata. Tanganya menemput butirantasbih disamping sajadahnya yang juga basah oleh tetesan air mata, ia baca kalmia-kalimat thayyibah. Ia resapi, ia agungkan kata-kata yang terlontar dengan sederhana, ia tak tahu bacaan yang lebih bancang dari itu.

Ia pasrah sepasrah-pasrahnya. Tuhan adalah kekasihnya, tak ada yang mampu menghalangi harapannya sebagai hamaba nutuk bertemu apa yang dikasihinya.

Brug. . . . .!! ia terkulai lemas di atas sajadah dengan jari-jari masih tetap merengkuh erat butira-butiran tasbihnya

laa ilaaha illallah. . .muhammadarassullah…”

Ia terkulai lemas dan terpejam.

Tiba pada hari kabar itu hinggap ketelingaku, dalam kondisi malam buat kupinjam motor ahmad, kupacu, motor itu tanpa hirauan apapun, tengah malam mencepakm hingga ku tiba di kampong mbiru kulihat bendera kuning kuharap kekhawatiranku tidak terjadi. Lalu kudapati banyak orang-orang berkumpul di depan rumah ibuku, banyak orang yang bilang nak anas tolong tetap sabar, ku ragu dan akhrinya aku tak perlu ragu. Kulihat sosok pocong putih dengan hidung tertutup kapas, itu adalah ibuku, kuteriak sekencang-kencangnya “ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu………………….., kenapa kau tinggalkan aku hendak aku akan meraih sukses untukmu?”

Tapi takdir tetaplah takdir, aku tetap tegar, seorang azimat hati hidupku telah pulang ke rahmatullah, aku berniat untuk lulus dan meraih janji ibuku untuk meraih jenjang pernikahan dengan wanita pilihannya.

Maulidiyah, seorang wanita pilihan hatiku.

Maulidiyah tinggal di sebuah pondok sejak umur dia SMP hingga kini kurang lebih berumur 25 tahun. Tiba pada suatu hari 2 kejadian berkecimuk anak dari pemilik poncok melamar maulidiyah namaun maulidiyah tidak yakin dan telah beritikad untuk menungu anas karena dialah yang menjadi pilihan hatinya, akhirnya keraguan hati tersebut terjawab maulidyah menerima surat”

Kepada ning maulidiyah, sang matahari hati

Asslamu’alakum warahmatullahi wabarakatuh

Tiada banding aku bila bertatap wajah dengan matahari. Apa arti seekor kecebong kecil dihadapan matahari bila mendekat?

Entah berapa hari yang telah mampu memikat agar aku selalu menatap wajah matahari dari kejauhan dan dari pandangan hati. Tapi, itu pun masih cukup untuk membakarku. Betapa kemilau matahari yang aku pandang.

Dan, etapa pengecutnya diri tak sanggup langsung berhadapan dengan matahari. Entah cela dan cemooh apa yang matahari beri, aku akan tetap terima, sehinga dengan nafas risalah ini, aku guratkan rasa untuk memuja sang matahari.

Maulidyah sang matahari hati, yang selalu menerangi mayapada, jiwa-jiwa yang kedinginan. Entah perasaan apa yang merambat dalam dirim, sejarj kueja kalmat demi kalimat dalam lantunan kalam mulia, maka sejak saat itu terja pula hati uini untuk selalumendekap nafas dan suaramu

Tapi apakah tuhan hanya mengizinkan suara yang datang menjadi permaisuri hatiku? Bila itu kehendak tuhan, permaisuri suara itu pun akan selalu aku rawat agar berkembang berbunga dan beranak.

Yang anak-anaknay akan selalu buat orang tersenyum dan bahagia.

Tapi bila tuhan izinkan suara itu hadir bersama pemiliknya, maka kebahagiaan macam mana lagi yang aku inginkan sesudahnya? Itulah puncak kebahagiaan dari seorang fakir, dari seekor kecebong hina bernama Aas Falah.

Matahari, bila engkau berkenan sinari hati jiwaku yang dingin, beri aku secercah cahaya agar muncul senyum yang indah dari sebuah kehinaan dan kepengecutan.

Matahari, beri aku secercah pahala dari Tuhan-Ku untuk kulaksanakan nadzar suciku, untuk mersunting gadis indaman sang azimat hatiku. Ibukulah yang semakin membuatku terperosok dalam dekapan cinta,walau kita jarang bersua, tapi sungguh mampu aku rasakan keagungan seorang maulidiyah.

Dialah sang matahari hati. Yang sinarnya semburat ke segenap penjuru kalbu yang kedinginan menanti dekap sangat cinta dan kasih sayang.

Wasalamualaukm warramatullahi wabarakatuh.

Maaf, sengaja aku samakarkan namaku pada amplop. Aku tak ingin ada fitnah terhadap dirimu yang suci titik.

Ana al-fakir.

Anas falah

Surat yang bertanda ingin mempersuntingnya.

Setalah maulidiyah menolak lamaran dari ibu sang pemilik pondok yang ingin anaknya menikah denganya. Dengan bahasa “HIJRAH” maulidiyah mengalami tindakan pengusiran yang teramat dalam.

Tengah malam gulita, maulidiyah mulai berjalan menjauh dari pondok. Namun saat melintas jalan malang nasibnya sebuah sedan berusaha menyiap truk dan seketika menabraka maulidiayah yang sedang melintas, tak mampu bertahan akhrinya maulidiyah pingsan dengan kondisi koma, ditinggal tabrak lari oleh sedan tersebut.

Rumah sakit malang menjadi tempat tujuan terakhir, semua keluarga berkumpul dan tak berselang alam anas datang karena di sela-sela dia menyebut nama tuhannya dia menyebut nama anas, akhirnya ketika dia sadar dia mengucapkan yang menjadi keinginannya, dan berkata” tak ada lagi yang diayh inginkan mas, keculai engkau, dan nikahi aku sekarang juga”

Anas yakin maksdunya, anas tau maksdunya, dan akhirnya nadzar itu terlaksana jua,

Akhirnya ayah maulidiyah yang seorang mantan pejabat depag tak sulit untuk menikahkan mereka dengan banyak saksi akhirnya ayah maudiyah menikahkan mereka, dan terjadilah hubungan suami istri antara maulidiyah dan anas falah.

Kuberikan uang 50rb sebagai maharnya karena itu yang aku punya,

“egh…”egh…”

Kudengar suara itu dalam sayup-sayup telingaku, ya allah apakah ini sakaratul maut, tak ,kuat menahan tangis lalu terdegar suara tepatah-patah.

“a…a…a…ku mencintaimu mas, mm… m…as.. yya..yyakkinlah surge menanti kita mas”

Lalu kudengar ucapan penghuni surga. ”asyhaduallaillahaillah, wasyhadu anna muhamddarasillah" lalu bibir itu pun terkatup,

Sekali lagi ku kecup jasa tanpa ruh itu sambil mengucapkan “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (sungguh, segalanya berasal dari allah dan akan kembali kepada allah”

Kembali air mata berlinang dari mataku yang telah memerah.

Kupeluk tubuh tanpa ruh itu dengan kasih yang terhimpun. Kutatap ada sunggingan senyum dibibirnya

“maulidiyah kasihku, cintaku, kupenuhi ajakanmu.kelak kita akan berkumpul di jamuan dan kenikmatan surge. Kelak tiada bidadari yang paling kuinginkan selain jelmaan dirimu, kasih insya allah.”